Latest News

Siapa Tokoh Golkar Berpeluang jadi Cawapres Jokowi?

Jokowi dan Megawati
Jokowi dan Megawati

POHUWATO ONLINE, JAKARTA --  Board of Advisor CSIS, Jeffrie Geovanie, memprediksi setelah Pemilu 2014 PDI Perjuangan mau tak mau harus berkoalisi dengan Golkar jika tak menggandeng Demokrat dan Gerindra.

"Namun tentu bukan Golkar di bawah kepemimpinan Aburizal Bakrie. Tapi Golkar pascamunas 2015," ujar Jeffrie, Senin (24/6).

Saat ditanya siapa tokoh Golkar yang berpeluang untuk menjadi calon wakil presiden yang akan mendampingi Jokowi? Jeffrie menjawab tokoh Golkar agar memiliki dasar untuk mengambil-alih Golkar pada munas 2015.

"Kemudian Golkar pascamunas tersebut akan berkoalisi dengan PDIP," ungkapnya.

Menurut Jeffrie, Jokowi sebagai capres dari generasi baru tentu harus mencari cawapres yang punya senioritas dalam politik Indonesia, seperti halnya Obama dengan Joe Biden.

"Tokoh Golkar senior tersebut juga sebaiknya mempunyai kemampuan diplomasi luar negeri yang baik, mengingat Jokowi akan fokus mengurus dalam negeri," papar Jeffrie.

Cawapres yang ideal mendampingi Jokowi, kata dia, harus memiliki  latar belakang militer. "Kalau sipil, ya sipil yang tegas dan berani."

Lebih baik lagi, tutur Jeffrie, cawapresnya  berbeda sukunya dengan Jokowi. Semakin sempurna kalau juga memiliki basis dukungan dari masyarakat yang sudah terbukti.

"Kalau itu terjadi maka partai penguasa pasca2014 adalah PDIP didukung Golkar dengan partai penyeimbang pemerintahan yang dipimpin Demokrat. Kita lihat saja tidak lama lagi, satu tahun lagi," ungkap Jeffrie.

Endang Tirtana, Peneliti Maarif Institute for Culture and Humanity, menambahkan, pada era kepemimpinan SBY, koalisi yang terbangun adalah model multi-partai, yang terdiri dari banyak partai.

"Sehingga kerap membuat ketidakefisienan dalam membuat kebijakan bersama. Koalisi sekarang yang tergabung dalam setgab, kental dengan kepentingan-kepentingan politis sehingga membuat keputusan-keputusan yang memerlukan tindakan cepat sulit dilakukan," ujar Endang.

Tidak seperti Amerika Serikat yang hanya punya satu  partai penguasa dan satu partai oposisi, kata Endang,  Indonesia dengan multipartai cenderung mengalami ketidakstabilan demokrasi.

"Dan dalam kondisi negara yang sedang berkembang, seharusnya sistem demokrasi ini hendaknya disertai dengan "strong leadership" kepemimpinan yang kuat dan tegas. Jika tidak, sulit rasanya untuk melakukan gebrakan dalam pembangunan," papar Endang.

Kedepannya, kata dia,  ada baiknya koalisi yang dibentuk dengan lebih sedikit partai, sehingga memudahkan dalam melakukan kebijakan dan kontrol.

Namun, menurut Endang, pemilihan partai koalisi harus mempertimbangkan derajat kemenangan dalam Pileg. Karena jika partai-partai oposisi yang berkoalisi adalah partai besar, maka besar juga kemungkinannya hal ini dapat menghambat partai berkuasa untuk melakukan kebijakan-kebijakan yang sifatnya baik untuk kepentingan masyarakat.

"Namun sisi positifnya adalah ada kontrol yang besar oleh oposisi terhadap partai yang berkuasa.
Koalisi akan mulai terbaca pasca Pileg tentunya. Namun, sejauh ini PDIP punya peluang besar menjadi partai pemenang," tutur Endang. 


Sumber: Republika Online
  • Komen yuk!!, jangan lupa centang "Also post on Facebook" :)
  • BERITA TERKINI Designed by Templateism.com Copyright © 2014

    Theme images by Bim. Powered by Blogger.