Ilustrasi. | Shutterstock
BERITA TERKINI, PARIS, KOMPAS.com - Krisis anggaran di Amerika
Serikat, yang telah memaksa penghentian sementara sebagian pelayanan
pemerintah federal negara adidaya itu, bisa mengancam perekonomian
global jika berlangsung terlalu lama dan berlarut-larut.
”Penghentian sementara layanan Pemerintah Amerika Serikat (AS)
itu menjadi ancaman jika berkepanjangan. Itu akan menjadi ancaman, bukan
hanya bagi AS, melainkan juga bagi perekonomian dunia,” ujar Presiden
Bank Sentral Eropa (ECB) Mario Draghi, dalam konferensi pers di Paris,
Perancis, Rabu (2/10/2013).
Kekhawatiran senada dilontarkan Pemerintah Perancis, yang baru
saja keluar dari resesi. ”Jika situasi ini bertahan, bisa memperlambat
pemulihan ekonomi yang sedang berjalan,” ujar Menteri Keuangan Perancis
Pierre Moscovici.
Kekhawatiran senada disampaikan kalangan eksportir di Indonesia.
Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Jawa Tengah Djoko Santosa di
Sukoharjo, Jawa Tengah, Rabu, mengungkapkan, 60 persen ekspor tekstil
dan produk tekstil Indonesia dilakukan dengan AS.
Djoko mengatakan, jika krisis di AS berlarut-larut atau pemulihan
dilakukan bertahap, para eksportir Indonesia khawatir terkena dampak,
setidaknya dalam bentuk tertahannya barang di pelabuhan atau transaksi
pembayaran yang tertunda.
Dihubungi secara terpisah di Nusa Dua, Bali, Direktur Jenderal
Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman
Pambagyo menyatakan optimistis krisis anggaran di AS tak akan
berlangsung lama, ”Saya tidak melihat ini berlangsung lama dan jangka
panjang serta berdampak ke Indonesia,” kata Iman.
Iman menduga, kalaupun krisis itu berdampak terhadap Indonesia,
paling jauh dampaknya hanya akan terasa dengan penguatan nilai tukar
rupiah terhadap dollar AS.
Yang justru perlu diwaspadai, menurut Iman, adalah pagu utang
Pemerintah AS saat ini yang akan terpakai semua pada 17 Oktober. Jika
sebelum 17 Oktober tak ada kesepakatan menaikkan pagu utang di kalangan
para politisi di Washington, AS terancam gagal bayar. ”Ini akan sangat
besar dampaknya terhadap ekonomi APEC dan dunia,” ujar Iman.
Bursa saham di Eropa dan AS pun mulai bereaksi negatif. Indeks
FTSE 100 di Eropa turun 0,6 persen, sementara indeks DAX Jerman jatuh
1,1 persen ke level 8.596. Demikian juga indeks CAC-40 di Perancis yang
merosot 1,3 persen menjadi 4.144.
Menjelang tengah hari Rabu di AS, indeks Dow Jones turun 0,8
persen menjadi 15.066, sementara indeks S&P 500 jatuh 0,7 persen
pada level 1.683.
Tetap hadir
Dari Washington dilaporkan, Presiden AS Barack Obama akan tetap menghadiri KTT Ke-21 Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Bali, 7-8 Oktober 2013, dan KTT Asia Timur (EAS) di Brunei setelah itu. Namun, Obama memutuskan membatalkan rencana kunjungan ke Malaysia dan Filipina terkait dengan krisis di AS.
Tetap hadir
Dari Washington dilaporkan, Presiden AS Barack Obama akan tetap menghadiri KTT Ke-21 Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Bali, 7-8 Oktober 2013, dan KTT Asia Timur (EAS) di Brunei setelah itu. Namun, Obama memutuskan membatalkan rencana kunjungan ke Malaysia dan Filipina terkait dengan krisis di AS.
Para pejabat senior Pemerintah AS menekankan, penting bagi
Presiden Obama untuk tetap berangkat ke pertemuan puncak APEC. ”Kita
berharap, ini masih hari Selasa, dan penghentian sebagian aktivitas
Pemerintah AS segera diakhiri. Perjalanan ke Asia merupakan hal penting
bagi AS sendiri,” kata Juru Bicara Gedung Putih Jay Carney di
Washington, Selasa.
Saat menghadapi masalah serupa, Presiden AS Bill Clinton pernah
membatalkan kunjungan ke KTT APEC di Osaka, Jepang, pada tahun 1995.
Harian The New York Times memberitakan, rencana kunjungan Obama
ke Malaysia dan Filipina dibatalkan. Sebagai pengganti, Menteri Luar
Negeri AS John Kerry akan memimpin delegasi AS ke kedua negara itu.
Kronologi penghentian
Kisruh anggaran AS, yang berakhir dengan penutupan sebagian aktivitas Pemerintah AS untuk pertama kali dalam 17 tahun terakhir, dimulai dari surat Menteri Keuangan AS Jack Lew pada awal tahun ini ke Ketua DPR AS John Boehner. Dalam surat itu, Lew mengatakan, Pemerintah AS butuh utang baru untuk melanjutkan program anggaran pemerintah.
Kronologi penghentian
Kisruh anggaran AS, yang berakhir dengan penutupan sebagian aktivitas Pemerintah AS untuk pertama kali dalam 17 tahun terakhir, dimulai dari surat Menteri Keuangan AS Jack Lew pada awal tahun ini ke Ketua DPR AS John Boehner. Dalam surat itu, Lew mengatakan, Pemerintah AS butuh utang baru untuk melanjutkan program anggaran pemerintah.
Untuk menaikkan pagu utang AS, pemerintah harus mendapat
persetujuan Kongres, yakni DPR AS dan Senat AS. Persetujuan Kongres itu
selanjutnya dieksekusi Pemerintah AS lewat penerbitan surat utang.
Persoalan menjadi pelik karena dua komponen Kongres tersebut
dikuasai partai berbeda. DPR AS dikuasai Partai Republik yang tidak suka
dengan program-program Obama, sementara Senat dikuasai Partai Demokrat
yang pro-Obama.
Salah satu program Obama yang tidak disukai republiken adalah
program Obamacare, sebutan bagi UU Pelayanan Kesehatan Terjangkau
(Affordable Care Act), yang bertujuan membuat jutaan warga AS bisa
menjangkau layanan kesehatan.
Sebagai salah satu pemilik hak budgeter, DPR AS bersikeras hanya
akan mengizinkan kenaikan pagu utang AS jika Obamacare ditunda
sedikitnya selama setahun. Sebaliknya, Senat tak setuju dengan syarat
tersebut. Hingga Senin, kesepakatan tak kunjung tercapai, yang memicu
penutupan sementara layanan Pemerintah AS mulai hari Selasa.
Di Jakarta, Kedutaan Besar AS menyatakan akan tetap beroperasi
seperti biasa meski sebagian operasi kantor-kantor pemerintah di AS
dihentikan terkait dengan penutupan sementara itu.
Dalam pernyataan yang dipasang di laman resminya, Kedubes AS menyebutkan, layanan konsuler, seperti pengeluaran visa dan paspor, serta layanan penting bagi warga AS di luar negeri tetap beroperasi 100 persen. Hal itu dimungkinkan karena beragam layanan konsuler itu menarik biaya tersendiri dari orang-orang yang membutuhkan. (MAS/EKI/DHF/AP/AFP/REUTERS/MON/LOK)
Dalam pernyataan yang dipasang di laman resminya, Kedubes AS menyebutkan, layanan konsuler, seperti pengeluaran visa dan paspor, serta layanan penting bagi warga AS di luar negeri tetap beroperasi 100 persen. Hal itu dimungkinkan karena beragam layanan konsuler itu menarik biaya tersendiri dari orang-orang yang membutuhkan. (MAS/EKI/DHF/AP/AFP/REUTERS/MON/LOK)
Sumber: Kompas.com