Recep Tayyip Erdogan
"Ini adalah munisi dari Rusia yang setara dengan yang dikirim Perusahaan Industri Kimia dan Mekanik kami ke Kementerian Pertahanan Suriah," kata Perdana Menteri Turki, Recep Tayyip Erdogan, Kamis (11/10),
Tindakan Turki yang memaksa pesawat itu mendarat adalah tanda lain ketegasan Ankara terhadap krisis di Suriah. Kepala staf militer Turki sebelumnya memperingatkan bahwa pihaknya akan menggunakan kekuatan militer yang lebih besar seandainya bom Suriah terus mendarat di Turki.
Juru bicara Bandar Udara Vnukovo, Moskow, mengatakan kepada kantor berita Rusia, Itar-Tass, semua yang ditaruh di dalam pesawat tersebut tidak ada yang bersifat dilarang dan telah menjalani pemeriksaan bea-cukai dan keamanan. Ditanya mengenai pernyataan Erdogan, Kementerian Luar Negeri Rusia tak bersedia memberi komentar.
Sementara itu lembaga ekspor senjata Rusia menyatakan tak memiliki barang di pesawat itu. Seperti dilaporkan kantor berita Interfax, seorang diplomat Rusia mengatakan barang yang disita oleh Turki tersebut bukan berasal dari Rusia.
Sementara itu Kepala Syrian Arab Airlines, Ghaida Abdulatif, mengatakan pesawat tersebut hanya membawa peralatan listrik sipil.
Sebelumnya, pemerintah Suriah di Damaskus menyebut tindakan Turki itu sebagai aksi 'perompakan udara'. Sedangkan pemerintah Rusia di Moskow menuduh Ankara membahayakan nyawa penumpang berkebangsaan Rusia ketika mencegat pesawat tersebut.
Turki adalah salah satu pengkritik paling keras Presiden Suriah, Bashar al-Assad, dalam krisis 19 bulan terakhir yang menewaskan sebanyak 30.000 orang. Ankara juga telah menjadi tempat berlindung para pemimpin protes di Suriah. Pemerintah Turki juga sering menyerukan pembentukan zona aman yang dilindungi pihak asing di dalam wilayah Suriah.
Sementara itu, Rusia justru selama ini menjadi pembela Bashar. Sebuah sumber industri senjata bahkan mengatakan Moskow belum menghentikan ekspor senjatanya ke Damaskus.