BERITA TERKINI, Pemerintah Filipina kesulitan menguburkan para korban topan super akibat
kekurangan kantung mayat. Kelaparan, ancaman penyakit, rasa putus asa
dan marah berkembang diantara warga yang selamat.
Hampir sepekan setelah topan super Haiyan menyapu wilayah tengah negeri
itu, menghancurkan perumahan dan menyisakan puing di wilayah yang
sebelumnya sudah miskin, sementara bau mayat busuk menyengat di udara.
“Saya merasa kita telah mengecewakan orang-orang,” demikian pengakuan
kepala bantuan kemanusiaan PBB Valerie Amos, ketika mengunjungi
Tacloban.
Mayat masih berserakan
“Mereka yang bisa pergi (wilayah), telah melakukannya. Masih banyak yang
sedang mencoba. Orang-orang sangat putus asa membutuhkan bantuan,” kata
dia kepada para wartawan di Manila.
"Kita perlu membantu mereka sekarang. Mereka telah bilang bahwa itu
(bantuan) terlalu lama datangnya. Memastikan pengiriman yang cepat
adalah… prioritas segera.”
Di Tacloban, pulau Leyte, sekitar 200 mayat yang sebelumnya diletakkan
berjajar di gedung pemerintah lokal, dipindahkan ke sebuah kuburan
besar.
“Ada begitu banyak mayat di begitu banyak tempat. Itu mengerikan,” kata
Walikota Tacloban Alfred Romualdez, sambil menambahkan bahwa mereka
masih berjuang untuk mengumpulkan mayat-mayat korban yang berserakan.
“Sempat ada permintaan dari kelompok warga untuk mengumpulkan lima
hingga sepuluh mayat dan ketika kami tiba di sana, ternyata ada 50,”
kata Romualdez, sambil mengatakan bahwa respon badan-badan bantuan untuk
menolong warga yang semakin putus asa, terlalu lambat.
Enam hari setelah topan super Haiyan mengamuk, Presiden Barack Obama menyerukan kepada Amerika untuk memberikan bantuan
lebih banyak bagi bekas koloni mereka di Asia tersebut. Para pejabat AS
mengatakan, saluran bantuan secara perlahan terbuka saat kapal induk
memimpin sebuah armada kecil kapal perang menuju Filipina.
Tapi di lapangan, bantuan masih belum menjangkau mereka yang berjuang untuk bertahan di tengah rasa haus dan kelaparan.
Orang yang sakit atau terluka berbaring tak berdaya di antara reruntuhan
bangunan, sementara mereka yang masih kuat mencoba untuk meninggalkan
lokasi bencana yang kini menyerupai neraka.
Suasana ketakutan dan depresi
Efren Nagrama, area manajer di sebuah maskapai penerbangan sipil,
mengatakan bahwa kondisi “sangat mengerikan saat ini“ ketika ia
mengamati arus manusia di bandara Tacloban yang berteriak-teriak meminta
bisa diterbangkan ke luar dari wilayah itu.
“Anda bisa menyakiskan ratusan orang datang ke kompleks (bandara) ini
setiap hari. Orang-orang yang berkalan kaki berhari-hari tanpa makan,
hanya untuk tiba di sini dan dibuat menunggu berjam-jam atau
berhari-hari (menanti diterbangkan),“ kata dia.
“Orang-orang didorong ke titik kritis – mereka melihat pesawat-pesawat bantuan tapi tidak bisa mendapat makanan atau keluar dari tempat ini. Terjadi kekacauan.”
Walikota Romualdez mengatakan rakyat Tacloban memerlukan sebuah
“tanggapan yang luar biasa” dari berbagai organisasi bantuan dan
pemerintah.
”Kami perlu lebih banyak orang dan peralatan,” kata Romualdez.
“Saya tidak bisa menggunakan sebuah truk untuk mengangkut mayat di pagi
hari dan kemudian menggunakannya lagi untuk mendistribusikan makanan
pada sore hari,“ tambah dia.
“Mari singkirkan mayat-mayat dari jalanan. Mereka menciptakan atmosfir ketakutan dan depresi.“
Pejabat kota memperkirakan mereka telah mengumpulkan 2.000 mayat. PBB
mengkhawatirkan, di kota Tacloban saja, jumlah korban bisa mencapai
10.000 jiwa. Tapi Presiden Benigno Aquino menggambarkan angka itu
”terlalu berlebihan”.
Bantuan besar tiba
Janji bantuan terus berdatangan dari luar negeri, dengan presiden Obama
pada Rabu lalu menyerukan kepada rakyat Amerika bahwa ”bahkan kontribusi
kecil bisa menciptakan perbedaan besar dan menolong menyelamatkan
nyawa”.
Bersama dengan kapal-kapal dan pesawat yang dikirim oleh berbagai negara
termasuk Australia, Inggris dan Jepang, Amerika telah lebih dulu
menempatkan pasukan Marinir yang dilengkapi pesawat pengangkut barang
dan pesawat Osprey serbaguna.
Kapal induk USS George Washington serta kapal-kapal angkatan laut
lainnya tiba di Filipina hari Kamis dan Washington telah berjanji
menggelontorkan 20 juta euro, yang kira-kira setengahnya berupa makanan
dan sisanya adalah obat-obatan untuk mencegah penyebaran wabah penyakit.
ab/hp (afp,ap,rtr)
Sumber: dw.de