HIKMAH, Oleh Muhbib Abdul Wahab
"Sesungguhnya Kami telah memberi cobaan kepada mereka (musyrikin Mekkah) sebagaimana Kami memberi cobaan kepada para pemilik kebun, ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik hasilnya di pagi hari, dan mereka tidak mengucapkan insya Allah."
"Lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur; maka jadilah kebun itu hitam (karena terbakar) seperti malam yang gelap gulita. Lalu mereka saling memanggil di pagi hari."
"Pergilah di waktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu hendak memetik buahnya. Maka pergilah mereka saling berbisik-bisik: pada hari ini janganlah ada seorang miskin pun masuk ke dalam kebunmu."
"Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi (orang miskin) padahal mereka mampu (menolongnya)."
"Tatkala mereka melibat kebun itu, mereka berkata: "Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat (jalan), bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya)."
"Berkatalah orang yang paling baik pikirannya di antara mereka: "Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)!" Mereka mengucapkan, "Mahasuci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim."
"Lalu satu sama lain saling berhadap-hadapan seraya saling mencela. Mereka berkata, "Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita adalah orang-orang yang melampaui batas."
Kisah yang termuat dalam surat Alqalam [68] ayat 17-31 tersebut menunjukkan bahwa bakhil atau kikir itu merupakan penyakit hati yang sangat berbahaya, baik bagi pelakunya sendiri maupun orang lain, terutama kaum fakir-miskin.
Allah SWT betul-betul menunjukkan kekuasaan-Nya dengan mendatangkan petir yang menghanguskan kebun orang bakhil yang sudah siap dipanen, sehingga ketika datang ke kebun di pagi buta, mereka hanya bisa gigit jari atau menyesali diri.
Berbagai musibah yang menimpa negeri ini sangat mungkin disebabkan oleh kekikiran sebagian penduduknya, minimal kikir dalam mensyukuri nikmat-Nya.
Orang bakhil cenderung berkomplot untuk tidak peduli terhadap nasib fakir miskin. Kekikiran hanya melahirkan egoisitas dan individualitas yang berlebihan, sehingga pelakunya tidak memiliki sikap empati dan solidaritas sosial.
Orang kikir tidak pernah merasa senang jika ada orang lain memperoleh kenikmatan. "Siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri; padahal Allah-lah yang Mahakaya..." (QS Muhammad [47]: 38)
Ramadhan merupakan bulan penuh kasih sayang Allah SWT. Karena itu, sifat Rahman dan Rahim Allah itu perlu diteladani dengan banyak berempati, berbagi, dan bermurah hati.
Peluang untuk bersedekah, berinfak dan berzakat di bulan suci sangat terbuka lebar, sehingga kita bisa meniru keteladan Rasulullah SAW bahwa beliau adalah orang paling dermawan di bulan Ramadhan.
Ramadhan kali ini hendaknya menjadi momentum yang terbaik bagi kita semua untuk belajar mengikis kebakhilan yang ada dalam diri kita, mulai dari bakhil rasa syukur hingga bakhil harta, enggan berempati dan bermurah hati.
Padahal Allah SWT berfirman: "Siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS al-Hasyr [59]: 9).
Ingatlah sabda Nabi SAW: "Orang bakhil itu jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dari manusia, tetapi dekat dengan neraka." (HR At-Turmudzi).
Mudah-mudahan Ramadhan ini mendekatkan kita dengan surga-Nya dengan belajar dan membiasakan diri menjadi derwaman: ilmu, harta, dan kasih sayang bagi sesama, sehingga kita terbebas dari penyakit bakhil.
Ingatlah sabda Nabi SAW: "Orang bakhil itu jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dari manusia, tetapi dekat dengan neraka." (HR At-Turmudzi).
Mudah-mudahan Ramadhan ini mendekatkan kita dengan surga-Nya dengan belajar dan membiasakan diri menjadi derwaman: ilmu, harta, dan kasih sayang bagi sesama, sehingga kita terbebas dari penyakit bakhil.
Sumber: Republika Online