Kronologi Kasus Malpraktek Dr Ayu |
BERITA TERKINI, Kasus malpraktek yang menimpa dr.Dewa Ayu Sasiary Prawan yang
merupakan dokter spesialis kebidanan dan kandungan yang terjadi pada
tahun 2010 di rumah sakit Dr Kandau Manado , menimbulkan banyak reaksi
dari para dokter di Indonesia Seperti pada hari ini Rabu (27/11/2013),
para dokter melakukan demo di Tugu Proklamasi, Jakarta dengan
menggunakan Ambulans dan juga Metro mini, para dokter tersebut melakukan
demo dengan tuntutan menolak kriminalisasi profesi dokter.
Kasus yang menimpa dokter ayu dan dua orang temanya tersebut berawal
dari tuduhan pihak keluarga korban Julia Fransiska Makatey (25) yang
meninggal dunia sesaat setelah melakukan operasi kelahiran anak pada
tahun 2010 yang lalu. Akibat dari kasus tersebut dr ayu dan kedua
temanya divonis oleh MA dengan hukuman 10 bulan penjara.
Berikut ini kronologi kasus penangkapan dokter Ayu dan kedua orang
temanya yang juga ikut dihukum atas tuduhan kasus malpraktek menurut
keterangan dari Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
(POGI), Dr Nurdadi Saleh, SpOG seperti dilansir dari Liputan6.
Tanggal 10 April 2010
Korban, Julia Fransiska Makatey (25) merupakan wanita yang sedang hamil anak keduanya. Ia masuk ke RS Dr Kandau Manado atas rujukan puskesmas. Pada waktu itu, ia didiagnosis sudah dalam tahap persalinan pembukaan dua.
Korban, Julia Fransiska Makatey (25) merupakan wanita yang sedang hamil anak keduanya. Ia masuk ke RS Dr Kandau Manado atas rujukan puskesmas. Pada waktu itu, ia didiagnosis sudah dalam tahap persalinan pembukaan dua.
Namun setelah delapan jam masuk tahap persalinan, tidak ada kemajuan
dan justru malah muncul tanda-tanda gawat janin, sehingga ketika itu
diputuskan untuk dilakukan operasi caesar darurat.
“Saat itu terlihat tanda tanda gawat janin, terjadi mekonium atau bayi mengeluarkan feses saat persalinan sehingga diputuskan melakukan bedah sesar,” ujarnya.
Tapi yang terjadi menurut dr Nurdadi, pada waktu sayatan pertama
dimulai, pasien mengeluarkan darah yang berwarna kehitaman. Dokter
menyatakan, itu adalah tanda bahwa pasien kurang oksigen.
“Tapi setelah itu bayi berhasil dikeluarkan, namun pasca operasi
kondisi pasien semakin memburuk dan sekitar 20 menit kemudian, ia
dinyatakan meninggal dunia,” ungkap Nurdadi, seperti ditulis Senin
(18/11/2013).
Tanggal 15 September 2011
Atas kasus ini, tim dokter yang terdiri atas dr Ayu, dr Hendi Siagian dan dr Hendry Simanjuntak, dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) hukuman 10 bulan penjara karena laporan malpraktik keluarga korban. Namun Pengadilan Negeri (PN) Manado menyatakan ketiga terdakwa tidak bersalah dan bebas murni.
Atas kasus ini, tim dokter yang terdiri atas dr Ayu, dr Hendi Siagian dan dr Hendry Simanjuntak, dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) hukuman 10 bulan penjara karena laporan malpraktik keluarga korban. Namun Pengadilan Negeri (PN) Manado menyatakan ketiga terdakwa tidak bersalah dan bebas murni.
“Dari hasil otopsi ditemukan bahwa sebab kematiannya adalah karena
adanya emboli udara, sehingga mengganggu peredaran darah yang sebelumnya
tidak diketahui oleh dokter. Emboli udara atau gelembung udara ini ada
pada bilik kanan jantung pasien. Dengan bukti ini PN Manado memutuskan
bebas murni,” tutur dr Nurdadi.
Tapi ternyata kasus ini masih bergulir karena jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung yang kemudian dikabulkan.
18 September 2012
Dr. Dewa Ayu dan dua dokter lainnya yakni dr Hendry Simanjuntak dan dr Hendy Siagian akhirnya masuk daftar pencarian orang (DPO).
Dr. Dewa Ayu dan dua dokter lainnya yakni dr Hendry Simanjuntak dan dr Hendy Siagian akhirnya masuk daftar pencarian orang (DPO).
11 Februari 2013
Keberatan atas keputusan tersebut, PB POGI melayangkan surat ke Mahkamah Agung dan dinyatakan akan diajukan upaya Peninjauan Kembali (PK).
Keberatan atas keputusan tersebut, PB POGI melayangkan surat ke Mahkamah Agung dan dinyatakan akan diajukan upaya Peninjauan Kembali (PK).
Dalam surat keberatan tersebut, POGI menyatakan bahwa putusan PN
Manado menyebutkan ketiga terdakwa tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan kalau ketiga dokter tidak bersalah melakukan tindak pidana.
Sementara itu, Majelis Kehormatan dan Etika Profesi Kedokteran (MKEK)
menyatakan tidak ditemukan adanya kesalahan atau kelalaian para terdakwa
dalam melakukan operasi pada pasien.
8 November 2013
Dr Dewa Ayu Sasiary Prawan (38), satu diantara terpidana kasus malapraktik akhirnya diputuskan bersalah oleh Mahkamah Agung dengan putusan 10 bulan penjara. Ia diciduk di tempat praktiknya di Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Hati, Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim) oleh tim dari Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kejari Manado sekitar pukul 11.04 Wita.
Dr Dewa Ayu Sasiary Prawan (38), satu diantara terpidana kasus malapraktik akhirnya diputuskan bersalah oleh Mahkamah Agung dengan putusan 10 bulan penjara. Ia diciduk di tempat praktiknya di Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Hati, Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim) oleh tim dari Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kejari Manado sekitar pukul 11.04 Wita.
Kronologi Menurut Yulin Mahengkeng, ibu Julia Fransiska Makatey seperti dilansir dari detik
Saat itu anaknya, masuk ke Puskesmas di Bahu Kecamatan Malalayang
jelang melahirkan. Tanda-tanda melahirkan terlihat pukul 04.00 WITA,
keesokan harinya, setelah pecah air ketuban dengan pembukaan 8 hingga 9
Centimeter.
Tapi dokter Puskemas merujuk ke RS Prof dr Kandou Malalayang karena
Fransiska mempunyai riwayat melahirkan dengan cara divakum pada anak
pertamanya. “Kami tiba pukul 07.00 WITA, lalu dimasukkan ke ruangan
Irdo,” kata Yulin kepada detikcom, Senin (25/11/2013) malam.
Karena hasil pemeriksaan terjadi penurunan pembukaan hingga 6 cm,
pagi itu Fransiska lalu diarahkan ke ruang bersalin. Yulin lalu
mengatakan, saat itulah seakan terjadi pembiaran terhadap anaknya,
karena terkesan mengulur waktu menunggu persalinan normal.
“Padahal anak saya harus dioperasi karena air ketuban sudah pecah dan kondisinya sudah lemah,” terangnya.
Hingga malam hari sekitar pukul 20.00 WITA, tindakan melakukan
operasi baru dilakukan dr Ayu dan dua rekannya. Keluarga pun bolak-balik
ruang operasi dan apotek untuk membeli obat. Dengan kondisi tidak
membawa uang cukup, tawar-menawar obat dan peralatan terjadi.
“Bahkan saya coba menjamin kalung emas yang saya pakai, sambil
menunggu uang yang masih dalam perjalanan, tapi tetap tidak dihiraukan.
Operasi pun akhirnya mengalami penundaan,” beber Yulin.
Lanjutnya, pada pukul 22.00 WITA, uang dari adiknya pun tiba.
Jumlahnya pun tidak mencukupi seperti permintaan pihak rumah sakit.
Setelah bermohon berulang kali, operasi kemudian dilaksanakan. 15 menit
kemudian, dokter keluar membawa bayi dan memberi kabar anaknya dalam
keadaan sehat. Tapi hanya berselang 20 sampai 30 menit kemudian, dokter
bawa kabar lagi kalau anaknya sudah meninggal dunia.
“Kami kecewa terjadi pembiaran selama 15 jam terhadap anak saya.
Kenapa tindakan operasi baru dilakukan setelah kondisi anak saya sudah
menderita dan tidak berdaya?” tandasnya.
“Ini jelas ada kesalahan yang dilakukan dokter, itu makanya kami keluarga melaporkan ke polisi,” tambah Yulin.
Menurutnya, kejadian itu sudah beberapa kali diceritakannya ke berbagai pihak untuk membuktikan adanya pembiaran yang dilakukan para dokter yang menangani anaknya.
“Makanya saya menangis saat dengar, putusan bebas Pengadilan Negeri
Manado. Tapi Tuhan dengar doa kami, karena kasasi kami dan Kejaksaan
diterima Mahkamah Agung dan mengabulkan tuntutan 10 bulan penjara,”
tutupnya.
Sumber: aktualpost.com