BERITA TERKINI, JAKARTA
-- Perbedaan memasuki Ramadhan kembali terjadi tahun ini. Menurut kepala
Pondok Pesantren Al Hidayah, Syafrudin Abdul Ghani, sudah seharusnya
umat Islam Indonesia menaati keputusan pemerintah dalam konteks
berbangsa dan bernegara.
Ia menambahkan, 9 Juli merupakan hari syak. Dalam hadis disebutkan, berpuasa pada hari syak dengan niat Ramadhan adalah terlarang. Syak adalah hari yang diperdebatkan statusnya. Apakah pada hari itu adalah 1 Ramadhan atau masih 30 Sya'ban. Hari tersebut menjadi syak (dikeragui) karena ada sebagian orang yang mengatakan telah melihat hilal. Tapi kesaksian orang tersebut ditolak oleh ulil amri atau pemerintah.
Keharaman berpuasa pada hari syak tersebut mengacu pada hadis Rasulullah SAW yang melarang berpuasa sehari sebelum Ramadhan. "Jadi tidak boleh kita berpuasa sehari sebelum Ramadhan. Jelas ada hadis yang melarang," jelas Syafrudin.
Menurutnya, dalam Hadis Hasan Riwayat Tirmizi dikatakan, jika timbul keraguan pada suatu hal, maka ikutilah pendapat yang mayoritas. Jadi, sebagai masyarakat awam, sebaiknya mengikuti pendapat yang mayoritas dipakai atau yang dirasa paling kuat.
"Kalau mau aman, ya ikut keputusan pemerintah. Tapi tetap mereka yang berbeda atas landasan ijtihad yang kuat, tetap kita hargai," jelas Syafrudin Abdul Ghani.
Sumber: Republika Online
Ia menambahkan, 9 Juli merupakan hari syak. Dalam hadis disebutkan, berpuasa pada hari syak dengan niat Ramadhan adalah terlarang. Syak adalah hari yang diperdebatkan statusnya. Apakah pada hari itu adalah 1 Ramadhan atau masih 30 Sya'ban. Hari tersebut menjadi syak (dikeragui) karena ada sebagian orang yang mengatakan telah melihat hilal. Tapi kesaksian orang tersebut ditolak oleh ulil amri atau pemerintah.
Keharaman berpuasa pada hari syak tersebut mengacu pada hadis Rasulullah SAW yang melarang berpuasa sehari sebelum Ramadhan. "Jadi tidak boleh kita berpuasa sehari sebelum Ramadhan. Jelas ada hadis yang melarang," jelas Syafrudin.
Menurutnya, dalam Hadis Hasan Riwayat Tirmizi dikatakan, jika timbul keraguan pada suatu hal, maka ikutilah pendapat yang mayoritas. Jadi, sebagai masyarakat awam, sebaiknya mengikuti pendapat yang mayoritas dipakai atau yang dirasa paling kuat.
"Kalau mau aman, ya ikut keputusan pemerintah. Tapi tetap mereka yang berbeda atas landasan ijtihad yang kuat, tetap kita hargai," jelas Syafrudin Abdul Ghani.
Sumber: Republika Online