HIKMAH, Bismillahirrahmaanirrahiim,
Sebuah lagu memang salah satu kunci mujarab pembuka ingatan masa lalu. Ketika dalam sebuah perjalanan, tidak sengaja dalam radio terdengar lagu nasyid lirih dengan munsyid yang menyanyikan lirik “Wahai Tuhanku… Aku sebenarnya tak layak masuk surgaMU, tapi aku juga tak sanggup menahan amuk nerakaMU”.
Sekejap lirik lagu tersebut membawaku melayang mengembara waktu kepada tahun-tahun dahulu, ya tepatnya di sebuah suasana langgar (mushola) yang cukup besar. Terbuat dari kayu-kayu yang berderit bunyi jika dia terinjak. Langgar tersebut berada sedikit di atas rumah-rumah penduduk desa sekitarnya, dengan begitu terlihat ladang hijau di sekitarnya.
Lalu bersama angin sejuk yang memeluk, ba’da jumatan terdengar suara para santri yang menyanyikan lagu tersebut. Ya, syair Abu Nawas yang mengajak kita untuk merenung sejenak. Mungkin hari jum’at ini adalah salah satu hari jum’at terbaik yang pernah saya alami.
Renunganku membawa kepada apa yang telah ku lakukan sehari-hari. Sudahkah semua dilakukan ikhlas karena mencari ridho Allah SWT?, ataukah sering kali niat-niat lain menggeser tujuan mula, lalu cara-cara yang tidak sepatutnya mulai ditoleransi.
Astaghfirullah jika seperti itu yang terjadi, mestilah aturan Allah dilanggar. Sedikit demi sedikit bagai butiran pasir namun semakin lama semakin menggunung. Persis seperti bait syair Abu Nawas yang menyatakan “Dosa-dosaku bagaikan bilangan butir pasir. Maka berilah ampunan oh.. Tuhanku Yang Maha Agung. Setiap hari umurku terus berkurang, sedangkan dosaku terus menggunung. Bagaimana aku menanggungnya?”.
Karenanya teringat sebuah hadits Diriwayatkan dari Sahl bin Sa'id r.a, dia berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Berhati-hatilah terhadap dosa yang dianggap remeh. Sebagaimana suatu kaum yang singgah di sebuah lembah, lalu datanglah seseorang membawa sebatang ranting kayu bakar dan datanglah seorang yang lain membawa sebatang ranting kayu bakar juga, hingga dengan kayu-kayu itu mereka bisa memasak roti mereka. Sesungguhnya dosa-dosa yang dianggap remeh itu jika pelakunya dihisab atas dosanya niscaya akan membinasakan," (HR. Ahmad)
Dari Ibnu Mas’ud, “Orang mukmin melihat dosanya seperti melihat gunung yang takut akan roboh dan menimpanya, sedangkan orang munafik melihat dosanya seperti lalat yang hinggap di hidungnya, lalu disingkirkannya, begini, begini (yakni disingkirkan dengan menggerakkan tangannya).
Petir menggelegar menghenyak lamunanku, belum tampak akan hujan walaupun awan gelap di sudut langit sudah Nampak. Kembali aku ke dalam langgar, sambil bersujud aku berdoa “Ya Allah, jauhkan antara aku dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan es, air dan salju”. — (HR. Bukhari dan Muslim)
Seakan Allah SWT membalas doaku dengan mengingatkanku akan ayat Quran Surat Al Ahqaaf ayat 13 yang Artinya “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka mereka tidak merasa takut dan tiada (pula) bersedih.”
Juga teringat hadits Rasulullah SAW dari Anas bin Malik ra. Ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Muhammad SAW bersabda, Allah ‘Azza WaJalla berfirman, Hai anak Adam! Sesungguhnya selama engkau berdoa dan berhadap hanya kepadaKU, niscaya AKU mengampuni dosa-dosa yang telah engkau lakukan dan AKU tidak peduli. Wahai anak Adam! Seandainya dosa-dosamu setinggi langit, kemudian engkau minta ampunan kepadaKU, niscaya AKU mengampunimu dan AKU tidak peduli. Wahai anak Adam! Jika engkau datang kepadaKU dengan membawa dosa-dosa yang hampir memenuhi bumi kemudian engkau bertemu denganKU dalam keadaan tidak mempersekutukanKU dengan sesuatu pun, niscaya AKU datang kepadamu dengan memberikan ampunan sepenuh bumi”. (HR. Tirmidzi)
Subhanallah walhamdulillah, sambil bergegas akupun bersenandung lirih melantunkan syair Abu Nawas; “Wahai Tuhanku… aku sebenarnya tak layak masuk surgamuMU, tapi aku juga tak sanggup menahan amuk nerakamu, Karena itu mohon terimalah taubatku ampunkan dosaku, Sesungguhnya Engkaulah Maha Pengampun dosa-dosa besar.
Dosa-dosaku bagaikan bilangan butir pasir, Maka berilah ampunan oh.. Tuhanku Yang MahaAgung. Setiap hari umurku terus berkurang, Sedangkan dosaku terus menggunung. Bagaimana aku menanggungnya.
Wahai Tuhan, hambaMU yang pendosa ini, Datang bersimpuhkehadapanMU. Mengakui segala dosaku, Mengadu dan memohon kepadaMU, Kalau Engkau ampuni itu karena, Engkau sajalah yang bisa mengampuni. Tapi kalau engkau tolak, kepada siapa lagi kami memohon Ampun selain kepada Engkau.”
Tidaklah lebih baik dari yang menulis ataupun yang membaca, karena yang lebih baik di sisi ALLAH adalah yang mengamalkannya.
Sebuah lagu memang salah satu kunci mujarab pembuka ingatan masa lalu. Ketika dalam sebuah perjalanan, tidak sengaja dalam radio terdengar lagu nasyid lirih dengan munsyid yang menyanyikan lirik “Wahai Tuhanku… Aku sebenarnya tak layak masuk surgaMU, tapi aku juga tak sanggup menahan amuk nerakaMU”.
Sekejap lirik lagu tersebut membawaku melayang mengembara waktu kepada tahun-tahun dahulu, ya tepatnya di sebuah suasana langgar (mushola) yang cukup besar. Terbuat dari kayu-kayu yang berderit bunyi jika dia terinjak. Langgar tersebut berada sedikit di atas rumah-rumah penduduk desa sekitarnya, dengan begitu terlihat ladang hijau di sekitarnya.
Lalu bersama angin sejuk yang memeluk, ba’da jumatan terdengar suara para santri yang menyanyikan lagu tersebut. Ya, syair Abu Nawas yang mengajak kita untuk merenung sejenak. Mungkin hari jum’at ini adalah salah satu hari jum’at terbaik yang pernah saya alami.
Renunganku membawa kepada apa yang telah ku lakukan sehari-hari. Sudahkah semua dilakukan ikhlas karena mencari ridho Allah SWT?, ataukah sering kali niat-niat lain menggeser tujuan mula, lalu cara-cara yang tidak sepatutnya mulai ditoleransi.
Astaghfirullah jika seperti itu yang terjadi, mestilah aturan Allah dilanggar. Sedikit demi sedikit bagai butiran pasir namun semakin lama semakin menggunung. Persis seperti bait syair Abu Nawas yang menyatakan “Dosa-dosaku bagaikan bilangan butir pasir. Maka berilah ampunan oh.. Tuhanku Yang Maha Agung. Setiap hari umurku terus berkurang, sedangkan dosaku terus menggunung. Bagaimana aku menanggungnya?”.
Karenanya teringat sebuah hadits Diriwayatkan dari Sahl bin Sa'id r.a, dia berkata, Rasulullah saw. bersabda, "Berhati-hatilah terhadap dosa yang dianggap remeh. Sebagaimana suatu kaum yang singgah di sebuah lembah, lalu datanglah seseorang membawa sebatang ranting kayu bakar dan datanglah seorang yang lain membawa sebatang ranting kayu bakar juga, hingga dengan kayu-kayu itu mereka bisa memasak roti mereka. Sesungguhnya dosa-dosa yang dianggap remeh itu jika pelakunya dihisab atas dosanya niscaya akan membinasakan," (HR. Ahmad)
Dari Ibnu Mas’ud, “Orang mukmin melihat dosanya seperti melihat gunung yang takut akan roboh dan menimpanya, sedangkan orang munafik melihat dosanya seperti lalat yang hinggap di hidungnya, lalu disingkirkannya, begini, begini (yakni disingkirkan dengan menggerakkan tangannya).
Petir menggelegar menghenyak lamunanku, belum tampak akan hujan walaupun awan gelap di sudut langit sudah Nampak. Kembali aku ke dalam langgar, sambil bersujud aku berdoa “Ya Allah, jauhkan antara aku dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan es, air dan salju”. — (HR. Bukhari dan Muslim)
Seakan Allah SWT membalas doaku dengan mengingatkanku akan ayat Quran Surat Al Ahqaaf ayat 13 yang Artinya “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka mereka tidak merasa takut dan tiada (pula) bersedih.”
Juga teringat hadits Rasulullah SAW dari Anas bin Malik ra. Ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Muhammad SAW bersabda, Allah ‘Azza WaJalla berfirman, Hai anak Adam! Sesungguhnya selama engkau berdoa dan berhadap hanya kepadaKU, niscaya AKU mengampuni dosa-dosa yang telah engkau lakukan dan AKU tidak peduli. Wahai anak Adam! Seandainya dosa-dosamu setinggi langit, kemudian engkau minta ampunan kepadaKU, niscaya AKU mengampunimu dan AKU tidak peduli. Wahai anak Adam! Jika engkau datang kepadaKU dengan membawa dosa-dosa yang hampir memenuhi bumi kemudian engkau bertemu denganKU dalam keadaan tidak mempersekutukanKU dengan sesuatu pun, niscaya AKU datang kepadamu dengan memberikan ampunan sepenuh bumi”. (HR. Tirmidzi)
Subhanallah walhamdulillah, sambil bergegas akupun bersenandung lirih melantunkan syair Abu Nawas; “Wahai Tuhanku… aku sebenarnya tak layak masuk surgamuMU, tapi aku juga tak sanggup menahan amuk nerakamu, Karena itu mohon terimalah taubatku ampunkan dosaku, Sesungguhnya Engkaulah Maha Pengampun dosa-dosa besar.
Dosa-dosaku bagaikan bilangan butir pasir, Maka berilah ampunan oh.. Tuhanku Yang MahaAgung. Setiap hari umurku terus berkurang, Sedangkan dosaku terus menggunung. Bagaimana aku menanggungnya.
Wahai Tuhan, hambaMU yang pendosa ini, Datang bersimpuhkehadapanMU. Mengakui segala dosaku, Mengadu dan memohon kepadaMU, Kalau Engkau ampuni itu karena, Engkau sajalah yang bisa mengampuni. Tapi kalau engkau tolak, kepada siapa lagi kami memohon Ampun selain kepada Engkau.”
Tidaklah lebih baik dari yang menulis ataupun yang membaca, karena yang lebih baik di sisi ALLAH adalah yang mengamalkannya.
Sumber: Republika Online