BERITA TERKINI, Pengumuman CPNS
Honorer Kategori 2 (K2) yang akan dilaksanakan pada Rabu, 5 Februari
melalui situs Resmi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara
(KemenPAN-RB), selain menebar asa juga dipastikan akan menyisakan banyak
kekecewaan.
Peserta tes CPNS honorer K2 pada seleksi
tahun 2013 kemarin sebanyak 605.179 orang. Dari sejumlah ini, dipastikan
yang akan lulus menjadi CPNS hanya sebanyak 30 persennya, atau sekitar
181.537 orang. Dengan demikian, sisanya sebanyak 423.652 honorer K2,
dipastikan gagal menjadi CPNS.
Sebanyak 423.652 orang honorer K2 itu
nasibnya bakal tidak jelas, menyusul ketentuan di Undang-Undang (UU)
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang melarang
instansi mempekerjakan tenaga honorer. Pada UU ASN hanya mengenal
istilah pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Dan itu
artinya bagi honorer, tidak bisa serta merta langsung diangkat menjadi
PPPK.
Seperti pernah diungkapkan oleh Deputi
SDM Aparatur KemenPAN-RB Setiawan Wangsaatmadja, masalah honorer K2 yang
nantinya gagal itu merupakan persoalan serius. Tetapi, hingga kini,
belum ada kebijakan dari pusat bagaimana seluruh instansi memperlakukan
mereka. Yang sering disampaikan petinggi di Jakarta, mereka menyalahkan
intansi, terutama instansi pemerintah daerah (pemda), yang masih banyak
memiliki tenaga honorer. Karena sebenarnya sejak 2005 sudah ada
peraturan yang melarang pengangkatan tenaga honorer. Pusat hanya meminta
pemda untuk bersikap lebih bijak terhadap para tenaga honorer yang
dipastikan tidak akan lolos dalam CPNS K2 kali ini.
Setiawan mengajak pemda untuk
bersama-sama mencari solusi masalah ini. “Salah satu PR yang harus
dipikirkan bersama, khususnya antara pemda dan pemerintah pusat adalah
penyelesaian tenaga honorer K-2 yang tidak lulus seleksi CPNS,” kata
Setiawan. “Mereka tidak serta merta bisa diakomodir menjadi PPPK seperti
diatur dalam UU Aparatur Sipil Negara,” imbuhnya lagi.
Alasannya, PPPK merupakan pegawai yang
benar-benar dibutuhkan oleh organisasi, melalui pengusulan, dan
seleksinya seperti dalam rekrutmen CPNS. “Jadi harus melalui analisis
jabatan, analisis beban kerja. Jadi keduanya merupakan hal yang
berbeda,” ujar Setiawan. (src:iberita.com)