BERITA TERKINI, Kerusuhan hebat
terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kota Lhokseumawe, Sabtu (15/2)
malam hingga menjelang Minggu (16/2) pekan lalu.
Para narapidana
(napi) dan tahanan bahkan membakar lapas. Api merembet ke luar, sehingga
sejumlah rumah dinas sipir, termasuk rumah dinas kepala lapas yang
berada di samping lapas, ikut hangus.
Kerusuhan itu, dipicu oleh kabar bahwa ada seorang napi yang sakit tapi tak diizinkan pihak Lapas untuk berobat ke luar.
Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. Namun, tiga napi dan satu petugas pemadam kebakaran terluka.
Ketiga
napi yang terluka diduga akibat terkena serpihan kaca itu ialah
Khaidir, asal Mon Geudong, terluka di bagian lehernya; Suheri, asal
Blang Panyang, terluka di paha kiri; serta Mukhlis, asal Mon Geudong,
Aceh Utara, luka di paha kanannya dan harus dioperasi.
Sedangkan
seorang petugas pemadam kebakaran bernama Firdaus, asal Banda Masen,
Lhokseumawe, terluka di kepala akibat terkena batu yang dilemparkan para
napi saat kerusuhan berlangsung.
Selain itu, Husni, sipir yang
pada malam kejadian sedang piket jaga di pos bagian belakang, sempat
disandera para napi sekitar 10,5 jam, yakni sejak pukul 24.00-10.30 WIB.
Meski
demikian, sampai kondisi kembali normal, dari 389 penghuni Lapas saat
itu, delapan di antaranya wanita, tidak seorang pun melarikan diri.
Sementara,
aset Lapas yang ludes terbakar berupa ruang register, ruang bimbingan
anak didik, ruang tata usaha, ruang Kepala Pengawasan Lembaga
Pemasyarakatan (KPLapas), ruang kerja dan rumah dinas Kepala Lapas,
ruang keamanan dan ketertiban, gudang beras, ruang bimbingan kerja,
poliklinik, aula, dan ruang pustaka.
Berdasarkan informasi yang
dihimpun Serambi, kejadian ini berawal dari seorang napi atas nama
Khairul Ihsan alias Along yang merupakan napi narkoba pindahan Tanjung
Gusta, Medan, menderita sakit pada Sabtu sore.
Pada pukul 18.00
WIB, Yunita, sang petugas medis, tiba di lokasi. "Saya sempat lihat,
rekan-rekannya sedang mendoakan Along karena kesurupan, apalagi napi
tersebut dalam kondisi meronta-ronta," ujar Yunita yang ditemui Serambi
di lokasi kejadian.
Tak lama kemudian, Yunita berkesempatan mengobservasi kondisi napi yang mengeluh sakit di perutnya akibat asam lambung.
Setelah
diberi obat, pada pukul 18.45 WIB kondisi Along berangsur pulih. Tapi
pukul 20.00 WIB, sakit Along kembali kambuh, bahkan semakin parah.
Petugas
medis pun menganjurkan pihak keluarga untuk dibawa ke rumah sakit.
Namun, saat itu keluarga Along yang sudah datang ke lapas tak
mengizinkan Along dibawa ke rumah sakit, karena menduga Along bisa
disembuhkan secara nonmedis.
"Napi yang sakit itu malah diminta untuk dibawa ke kuburan keluarganya di Sampoiniet," jelasnya.
Terhadap permintaan keluarga tersebut, pihak lapas tidak mengizinkan Along ke luar hanya untuk berziarah ke kuburan.
Selanjutnya,
Along pun berlari-lari di dalam Lapas sambil berteriak bahwa dia tak
diizinkan ke luar untuk berobat, sambil sesekali menggedor pintu
penjagaan utama. Akibat menggedor pintu dengan tinjunya, jari tengah
tangan napi itu pun patah.
Di sisi lain, teriakan dan sikap Along
itulah yang memicu emosi para napi lainnya. Mereka lalu berteriak-teriak
sambil menggedor pintu-pintu kamar lapas sambil terus ke luar ke
halaman bagian dalam lapas.
Kondisi ini membuat sejumlah sipir
yang berada di dalam kantor dan pos penjagaan utama harus berlarian ke
luar lapas. Selanjutnya, para napi terus mengamuk dengan melemparkan
batu dan kayu. (src:tribunnews.com)