BERITA TERKINI, Anas Urbaningrum memasuki lobi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi,
Jumat siang 10 Januari 2014. Ia mengenakan busana kasual – kemeja putih
dan sepatu kets. Namun raut wajahnya terlihat cukup lelah. Anas akhirnya
memutuskan memenuhi panggilan pemeriksaan KPK setelah diancam dijemput
paksa oleh penyidik KPK dan pasukan Brimob bersenjata.
Di lobi Gedung KPK, Anas mencoba duduk santai dengan kaki tersilang sambil menunggu gilirannya diperiksa penyidik KPK. Tak lama kemudian, sahabat karibnya Gede Pasek Suardika menghampiri dia. Pasek dan Anas saling bercium pipi. Mereka tampak seperti baru bertemu, padahal tidak demikian.
Pasek sudah berada di rumah Anas sejak Kamis malam, 9 Januari 2014. Ia juga mendampingi Anas menggelar konferensi pers Jumat pagi. Pasek adalah salah satu loyalis Anas sejak Anas memimpin Partai Demokrat sebagai ketua umum. Hubungan keduanya sangat erat, bahkan tampak makin erat setelah Anas diterpa badai politik dan kasus hukum.
Jika ada istilah teman sejati tak pergi di masa sulit, Paseklah orangnya. Politisi Demokrat itu sampai harus mengorbankan jabatan strategisnya di Komisi Hukum DPR karena memilih bergabung dengan ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia. (Baca Demokrat Depak Pasek dan Saan dari Komisi III DPR)
Di tengah imbauan Demokrat agar kadernya tak bergabung dengan PPI, Pasek malah menjadi Sekjen PPI. Pasek juga yang bersama Anas mendeklarasikan PPI. Ketika itu, di depan plang PPI, Pasek dan Anas bergandengan tangan dengan sebelah tangan terkepal ke udara, bagai mengikat janji sehidup semati apapun yang terjadi.
Dalam soal ketidakhadiran Anas pada pemanggilan KPK, Selasa 7 Januari 2014, Pasek pun membela karibnya itu. “Anas tidak mangkir. Dia menyatakan sikap. Anas hanya minta penjelasan kepada penyidik dia diperiksa atas kasus apa saja,” kata Pasek di rumah Anas yang juga menjadi markas PPI. (Baca Anas: Saya Tidak Mangkir, Tapi Pertanyakan Surat Panggilan)
Akhir Maret 2013, beberapa waktu setelah Anas mengumumkan berhenti dari Demokrat, Anas dan Pasek muncul bersama-sama di Bali – tepat ketika Partai Demokrat menggelar Kongres Luar Biasa di Pulau Dewata itu. Anas dan Pasek berjalan-jalan ke Pasar Guwang di Sukawati, Gianyar, Bali.
Bagai menyindir elite Partai Demokrat yang dianggap Anas telah mendepaknya dengan berbagai cara, Anas membeli wayang Sengkuni di Pasar Guwang dan menunjukkan wayang itu kepada wartawan yang meliputnya. Sebelum itu, tak lama sebelum berhenti dari Demokrat, Anas pernah memasang status “Politik para Sengkuni” di BlackBerry Messenger dia.
Sengkuni adalah salah satu karakter dalam kisah Mahabharata. Sengkuni merupakan tokoh antagonis, tukang adu domba, dan pendukung kelompok Kurawa dalam menjatuhkan Pandawa. Siapakah Sengkuni di alam nyata di benak Anas, dia tak pernah mengatakan terus terang ke publik.
Anas yang saat itu bersama Pasek mengatakan, dia datang ke Bali bukan untuk mengganggu Kongres Luar Biasa Demokrat. “Saya ke Bali untuk menjenguk orangtua Pak Pasek yang sedang sakit. Saya doakan lekas sembuh. Ibu sahabat saya, saya anggap ibu saya sendiri,” kata dia. Dari situ terlihat betapa Anas sangat menyayangi sahabatnya, Pasek.
Dikelilingi loyalis
Orang kedua yang selalu terlihat berseliweran di rumah Anas adalah Tri Dianto, mantan Ketua Dewan Pimpinan Cabang Demokrat Cilacap yang dipecat partai tak lama setelah Anas berhenti dari Demokrat. Berkebalikan dengan Pasek yang kalem, Tri Dianto biasa bicara ceplas-ceplos.
Dalam Kongres Luar Biasa Partai Demokrat di Bali Maret 2013 itu, Tri Dianto menyebar 100 spanduk yang membuat panas mata dan kuping para petinggi Demokrat. Spanduk-spanduk itu bertuliskan “Demokrat butuh kesatria, bukan para Sengkuni.” Entah siapa Sengkuni yang ia maksud.
Tri Dianto yang bermalam di rumah Anas menjelang jadwal pemeriksaan Anas oleh KPK, mengatakan Anas tak takut ditahan oleh KPK. “Mas Anas orang yang tenang. Saya setiap hari sama Mas Anas. Dia tidak punya rasa takut. Mas Anas tidak akan kabur,” ujar Tri.
Bukan hanya Pasek dan Tri Dianto yang selalu memberikan dukungan untuk Anas. Sejak Kamis, kader-kader PPI memadati rumah Anas sekaligus markas mereka. “Mereka banyak yang tidur di sini,” kata Tri.
Pemilik pabrik jamu itu mengatakan, para kader PPI datang dari berbagai daerah. “Dari Aceh ada tiga orang, Sumatera Utara lima orang, Pekalongan Jawa Tengah beberapa orang dalam satu mobil, Jawa Timur satu mobil, Bali tiga mobil,” kata Tri.
Beberapa kader PPI itu meneriakkan takbir berulang-ulang. Lagu perjuangan ‘Maju Tak Gentar’ pun tak putus mengalun di kediaman Anas sejak Jumat pagi. Suasana ramai seperti itu di rumah Anas juga tampak ketika Anas mengumumkan berhenti dari Demokrat.
Di lobi Gedung KPK, Anas mencoba duduk santai dengan kaki tersilang sambil menunggu gilirannya diperiksa penyidik KPK. Tak lama kemudian, sahabat karibnya Gede Pasek Suardika menghampiri dia. Pasek dan Anas saling bercium pipi. Mereka tampak seperti baru bertemu, padahal tidak demikian.
Pasek sudah berada di rumah Anas sejak Kamis malam, 9 Januari 2014. Ia juga mendampingi Anas menggelar konferensi pers Jumat pagi. Pasek adalah salah satu loyalis Anas sejak Anas memimpin Partai Demokrat sebagai ketua umum. Hubungan keduanya sangat erat, bahkan tampak makin erat setelah Anas diterpa badai politik dan kasus hukum.
Jika ada istilah teman sejati tak pergi di masa sulit, Paseklah orangnya. Politisi Demokrat itu sampai harus mengorbankan jabatan strategisnya di Komisi Hukum DPR karena memilih bergabung dengan ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia. (Baca Demokrat Depak Pasek dan Saan dari Komisi III DPR)
Di tengah imbauan Demokrat agar kadernya tak bergabung dengan PPI, Pasek malah menjadi Sekjen PPI. Pasek juga yang bersama Anas mendeklarasikan PPI. Ketika itu, di depan plang PPI, Pasek dan Anas bergandengan tangan dengan sebelah tangan terkepal ke udara, bagai mengikat janji sehidup semati apapun yang terjadi.
Dalam soal ketidakhadiran Anas pada pemanggilan KPK, Selasa 7 Januari 2014, Pasek pun membela karibnya itu. “Anas tidak mangkir. Dia menyatakan sikap. Anas hanya minta penjelasan kepada penyidik dia diperiksa atas kasus apa saja,” kata Pasek di rumah Anas yang juga menjadi markas PPI. (Baca Anas: Saya Tidak Mangkir, Tapi Pertanyakan Surat Panggilan)
Akhir Maret 2013, beberapa waktu setelah Anas mengumumkan berhenti dari Demokrat, Anas dan Pasek muncul bersama-sama di Bali – tepat ketika Partai Demokrat menggelar Kongres Luar Biasa di Pulau Dewata itu. Anas dan Pasek berjalan-jalan ke Pasar Guwang di Sukawati, Gianyar, Bali.
Bagai menyindir elite Partai Demokrat yang dianggap Anas telah mendepaknya dengan berbagai cara, Anas membeli wayang Sengkuni di Pasar Guwang dan menunjukkan wayang itu kepada wartawan yang meliputnya. Sebelum itu, tak lama sebelum berhenti dari Demokrat, Anas pernah memasang status “Politik para Sengkuni” di BlackBerry Messenger dia.
Sengkuni adalah salah satu karakter dalam kisah Mahabharata. Sengkuni merupakan tokoh antagonis, tukang adu domba, dan pendukung kelompok Kurawa dalam menjatuhkan Pandawa. Siapakah Sengkuni di alam nyata di benak Anas, dia tak pernah mengatakan terus terang ke publik.
Anas yang saat itu bersama Pasek mengatakan, dia datang ke Bali bukan untuk mengganggu Kongres Luar Biasa Demokrat. “Saya ke Bali untuk menjenguk orangtua Pak Pasek yang sedang sakit. Saya doakan lekas sembuh. Ibu sahabat saya, saya anggap ibu saya sendiri,” kata dia. Dari situ terlihat betapa Anas sangat menyayangi sahabatnya, Pasek.
Dikelilingi loyalis
Orang kedua yang selalu terlihat berseliweran di rumah Anas adalah Tri Dianto, mantan Ketua Dewan Pimpinan Cabang Demokrat Cilacap yang dipecat partai tak lama setelah Anas berhenti dari Demokrat. Berkebalikan dengan Pasek yang kalem, Tri Dianto biasa bicara ceplas-ceplos.
Dalam Kongres Luar Biasa Partai Demokrat di Bali Maret 2013 itu, Tri Dianto menyebar 100 spanduk yang membuat panas mata dan kuping para petinggi Demokrat. Spanduk-spanduk itu bertuliskan “Demokrat butuh kesatria, bukan para Sengkuni.” Entah siapa Sengkuni yang ia maksud.
Tri Dianto yang bermalam di rumah Anas menjelang jadwal pemeriksaan Anas oleh KPK, mengatakan Anas tak takut ditahan oleh KPK. “Mas Anas orang yang tenang. Saya setiap hari sama Mas Anas. Dia tidak punya rasa takut. Mas Anas tidak akan kabur,” ujar Tri.
Bukan hanya Pasek dan Tri Dianto yang selalu memberikan dukungan untuk Anas. Sejak Kamis, kader-kader PPI memadati rumah Anas sekaligus markas mereka. “Mereka banyak yang tidur di sini,” kata Tri.
Pemilik pabrik jamu itu mengatakan, para kader PPI datang dari berbagai daerah. “Dari Aceh ada tiga orang, Sumatera Utara lima orang, Pekalongan Jawa Tengah beberapa orang dalam satu mobil, Jawa Timur satu mobil, Bali tiga mobil,” kata Tri.
Beberapa kader PPI itu meneriakkan takbir berulang-ulang. Lagu perjuangan ‘Maju Tak Gentar’ pun tak putus mengalun di kediaman Anas sejak Jumat pagi. Suasana ramai seperti itu di rumah Anas juga tampak ketika Anas mengumumkan berhenti dari Demokrat.
Kasus apapun yang
menjegalnya, Anas bagai punya pasukan berani mati sendiri. Sampai kapan
mereka akan bersetia kepada Anas? (src:viva.co.id)