BERITA TERKINI, Pakar Hukum Tata Negara
dari Universitas Parahyangan, Bandung, Asep Warlan Yusuf, menilai
putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan Antasari Azhar
dengan membatalkan ketentuan Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang UU KUHAP akan mengacaukan sistem hukum di Indonesia.
Putusan MK itu akan mengakibatkan seorang yang sudah divonis bersalah dengan kekuatan hukum tetap kembali bisa mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
“Bagaimanapun
dalam prinsip hukum upaya-upaya hukum itu harus ada akhirnya demi
terciptanya kepastian hukum. Tidak bisa seseorang yang sudah divonis
bersalah dengan upaya PK yang artinya upaya luar biasa masih bisa
melakukan PK kembali. Kalau begini maka tidak akan ada habisnya upaya
hukum itu dan menimbulkan ketidakpastian hukum,” ujar Asep ketika
dikonfirmasi, Kamis (6/3/2014).
Selama ini tidak semua kasus bisa
diangkat melalui jalur PK. Jalur PK adalah upaya hukum luar biasa dan
seorang yang mengajukan PK harus benar-benar bisa meyakinkan hakim bahwa
keputusan yang terkait dirinya itu salah dan tidak benar.
”PK ini
kan bukan urusan main. Pengajuannya juga harus dengan bukti baru. Jadi
sebelum mengajukan PK, bukti itu harus benar-benar kuat.Kalau tidak kuat
jangan diajukan dan oleh karena itu dengan bukti yang sangat kuat itu
apapun keputusan PK diterima semua pihak yang berpekara,” tegasnya.
Dikatakan
putusan ini sekaligus juga membuktikan ketidakkonsistenan MK dalam
melihat satu persoalan. Jika memang PK bisa di PK kembali, maka
seharusnya juga putusan MK harus bisa digugat kembali selama ada bukti
baru yang menegaskan bahwa putusan MK itu salah.Kasus Akil dimana
keputusannya dipengaruhi oleh adanya unsur suap, harusnya masyarakat
juga bisa menuntut PK ke MK.
”Tapi kan tidak bisa demikian.Putusan
MK itu mengikat. Cuma jelas MK inkonsisten. Memangnya keputusan MK itu
benar semua? Kan terbukti dalam kasus Akil yang keputusan-keputusannya
dibuat berdasarkan suap sehingga tentunya keputusan itu salah, namun
tetap saja keputusan itu tidak bisa diubah.Kalau MK konsisten, maka
seharusnya kalau ada kejadian seperti kasus Akil ini, masyarakat bisa
mengajukan PK juga di MK dengan memberika bukti baru bahwa putusan
tersebut salah karena ada suap didalamnya,” katanya.(src:tribunnews.com)