BERITA TERKINI, Sejumlah buruh dari
berbagai elemen menggelar unjukrasa di depan kantor Pemilihan Umum (KPU)
menuntut tidak diloloskannya calon presiden (Capres) yang berlatar
belakang militer.
Penolakan tersebut dikarenakan pengalaman pada masa Orde Baru yang
mana ketika militer berkuasa kebebebasan individu sangat dibatasi.
"Di masa lalu, cara represif dan militeristik seringkali digunakan
oleh rezim untuk mengancam gerakan buruh. Contohnya Marsinah yang
meninggal karena mencampuri urusan industri," ujar Maruli.
Maruli mengatakan itulah sebab pihaknya menuntut KPU untuk tidak
melolosakan Prabowo sebagai peserta pemilihan presiden 9 Juli mendatang.
"Prabowo berpotensi otoriter dengan latar belakngnya sebagai
militer," ujar Koordinator aksi dari LBH Jakarta Maruli Tua Rajagukguk,
Rabu (21/5/2014).
Maruli juga mengatakan pihaknya mengajak semua masyarakat memilih
langkah politik yang rasional untuk memastikan bahwa presiden yang
terpilih nanti dapat menghargai dan menghormati kebebasan.
"Langkah itu harus diwujudkan dalam bentuk sikap penolakan dengan
tidak memilih Capres yang berpotensi mengancam kebebasan dan hak asasi,"
ujar Maruli.
Maruli mengatakan Prabowo adalah sosok yang harus dimintai
pertanggungjawaban terkait kasus kerusuhan Mei 1998. Prabowo diduga
terlibat kasus penculikan aktivis pro demokrasi.
"Bagi gerakan buruh terpilihnya Prabowo Subianto
sebagai presiden potensial mengancam masa depan kebebasan berserikat,
berkumpul, dan berorganisasi. Kalau itu terjadi, jangankan menuntut
upah, demonstrasi pun akan dilarang," kata Maruli. (src:tribunnews.com)