BERITA TERKINI, Sekretaris Pimpinan Pusat
Muhammadiyah Abdul Muthi menolak adanya fatwa sesat terhadap Syiah dari
lembaga keagamaan mana pun di Indonesia, termasuk Majelis Ulama
Indonesia.
Menurut dia, fatwa sesat dari MUI di sejumlah daerah, seperti Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, terbukti menjadi alat melegitimisi kekerasan terhadap pengikut Syiah dan memicu konflik horizontal antar umat Islam.
“Fatwa dari mana pun harus tidak untuk mengkafirkan dan menyesatkan,” ujar Muthi Kamis, 19 Desember 2013.
Muthi menanggapi desakan Front Jihad Islam (FJI) yang mendesak MUI DIY mengeluarkan fatwa sesat terhadap aliran Syiah di Yogyakarta. FJI mengklaim mencatat ada 10 organisasi berhaluan Syiah di DIY.
Menurut Muthi, fatwa sesat itu berpotensi besar menimbulkan persoalan kebangsaan serius di Indonesia. Lembaga seperti MUI di daerah mana pun sebaiknya tidak lagi mengeluarkan fatwa penyesatan, khususnya untuk Syiah. Alasannya hal itu memperbesar konflik antar umat Islam.
“Umat Islam sudah mengalami banyak situasi sulit dan persoalan, jangan ditambah dengan masalah-masalah seperti ini,” ujar dia.
Dia menyarankan MUI Pusat maupun daerah menghindari fatwa semacam pengadil kebenaran atau kesesatan aqidah dan keyakinan setiap kelompok Umat Islam manapun. Sebaliknya, dia menambahkan, MUI mengambil posisi tegas untuk memediasi perbedaan dan pertentangan pendapat antar organisasi Islam di Indonesia.
“MUI harus berperan sebagai pemersatu umat Islam,” kata Muthi.
Muthi tidak sepakat dengan pendapat FJI mengenai salah satu alasan desakannya yakni Buku terbitan MUI Pusat yang berjudul “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia”. Menurut dia, buku itu keluar justru sebagai pernyataan sikap MUI Pusat untuk menolak memberikan fatwa penyesatan ke Syiah Indonesia. “Umat Islam harus bisa memberikan sumbangan konstruktif untuk Indonesia,” kata dia.
Sikap serupa muncul dari Pengurus Wilayah NU Daerah Istimewa Yogyakarta. Rois Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Daerah Istimewa Yogyakarta, KH. Asyhari Abta menyatakan MUI DIY tidak perlu menggubris permintaan Front Jihad Islam (FJI).
Kyai dari Pesantren Yayasan Ali Maksum, Krapyak, Yogyakarta ini menganggap fatwa sesat malah bisa memicu konflik antar kelompok berbeda paham agama. “Bisa memperuncing perbedaan dan memicu tabrakan antar kelompok,” ujar dia.
Asyhari mengatakan sekalipun MUI DIY menemukan ada indikasi penyimpangan upaya maksimal hanya perlu dilakukan dengan dialog dan nasihat. Penyesatan pada ajaran malah bisa mendorong tudingan sesat ke kelompok-kelompok lain. “Sesat atau tidak sesat itu keputusannya di Allah Subhanahu Wataala,” ujar dia. (tempo/sbb/dakwatuna)
Menurut dia, fatwa sesat dari MUI di sejumlah daerah, seperti Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, terbukti menjadi alat melegitimisi kekerasan terhadap pengikut Syiah dan memicu konflik horizontal antar umat Islam.
“Fatwa dari mana pun harus tidak untuk mengkafirkan dan menyesatkan,” ujar Muthi Kamis, 19 Desember 2013.
Muthi menanggapi desakan Front Jihad Islam (FJI) yang mendesak MUI DIY mengeluarkan fatwa sesat terhadap aliran Syiah di Yogyakarta. FJI mengklaim mencatat ada 10 organisasi berhaluan Syiah di DIY.
Menurut Muthi, fatwa sesat itu berpotensi besar menimbulkan persoalan kebangsaan serius di Indonesia. Lembaga seperti MUI di daerah mana pun sebaiknya tidak lagi mengeluarkan fatwa penyesatan, khususnya untuk Syiah. Alasannya hal itu memperbesar konflik antar umat Islam.
“Umat Islam sudah mengalami banyak situasi sulit dan persoalan, jangan ditambah dengan masalah-masalah seperti ini,” ujar dia.
Dia menyarankan MUI Pusat maupun daerah menghindari fatwa semacam pengadil kebenaran atau kesesatan aqidah dan keyakinan setiap kelompok Umat Islam manapun. Sebaliknya, dia menambahkan, MUI mengambil posisi tegas untuk memediasi perbedaan dan pertentangan pendapat antar organisasi Islam di Indonesia.
“MUI harus berperan sebagai pemersatu umat Islam,” kata Muthi.
Muthi tidak sepakat dengan pendapat FJI mengenai salah satu alasan desakannya yakni Buku terbitan MUI Pusat yang berjudul “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia”. Menurut dia, buku itu keluar justru sebagai pernyataan sikap MUI Pusat untuk menolak memberikan fatwa penyesatan ke Syiah Indonesia. “Umat Islam harus bisa memberikan sumbangan konstruktif untuk Indonesia,” kata dia.
Sikap serupa muncul dari Pengurus Wilayah NU Daerah Istimewa Yogyakarta. Rois Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Daerah Istimewa Yogyakarta, KH. Asyhari Abta menyatakan MUI DIY tidak perlu menggubris permintaan Front Jihad Islam (FJI).
Kyai dari Pesantren Yayasan Ali Maksum, Krapyak, Yogyakarta ini menganggap fatwa sesat malah bisa memicu konflik antar kelompok berbeda paham agama. “Bisa memperuncing perbedaan dan memicu tabrakan antar kelompok,” ujar dia.
Asyhari mengatakan sekalipun MUI DIY menemukan ada indikasi penyimpangan upaya maksimal hanya perlu dilakukan dengan dialog dan nasihat. Penyesatan pada ajaran malah bisa mendorong tudingan sesat ke kelompok-kelompok lain. “Sesat atau tidak sesat itu keputusannya di Allah Subhanahu Wataala,” ujar dia. (tempo/sbb/dakwatuna)
Sumber: dakwatuna.com