ANEH UNIK, Cinta adalah candu. Mungkin Anda sudah pernah
mendengar kalimat ini sebelumnya di film-film romantis atau novel
bertema percintaan. Cinta seringkali diidentikkan dengan candu karena
emosi yang sangat intens tersebut membuat seseorang merasa melayang
seperti orang yang sedang mengalami reaksi kecanduan obat terlarang.
Ketika seseorang sedang jatuh cinta, orang tersebut jadi 'kecanduan'
kepada orang yang menjadi objek afeksinya. Dan ternyata hasil penelitian
menunjukkan kalau reaksi kimia yang terjadi di otak saat sedang jatuh
cinta memang serupa dengan reaksi kimi yang terjadi di dalam otak
seseorang yang kecanduan narkoba. Reaksi yang sama juga berlaku dalam
kasus patah hati.
"Intinya data-data yang dikumpulkan dari orang-orang yang cintanya ditolak menunjukkan bahwa kondisi tersebut berhubungan dengan aktifnya gejala kecanduan," kata Helen Fisher, seorang antropolog biologi di Rutgers University seperti dikutip Your Tango. Karena itulah patah hati selalu menjadi momen yang sulit dilalui dalam hidup manusia.
Lalu bagaimana cara mengatasinya? Tentu saja dengan memusnahkan perasaan cinta itu sendiri. Dengan tak adanya rasa cinta, maka seseorang tidak akan dapat merasakan emosi mendalam yang berefek seperti candu tadi. Dan jika cinta memang sebuah gejala kecanduan, maka dengan ilmu pengetahuan reaksi yang berlangsung di dalam otak tersebut dapat dikendalikan.
Berbekal pemikiran ini, Brian David Earp, seorang peneliti di Oxford University's Uehiro Centre for Practical Ethics mencoba mengembangkan obat tertentu yang dapat mematikan perasaan cinta, nafsu, ketertarikan, dan keterikatan emosional. Dengan begitu siapa pun yang meminum obat tersebut bisa menyingkirkan afeksi yang tidak diinginkan atau sekadar mengendalikan nafsu dan emosi secara kimiawi. Sebelumnya Earp dan rekannya menerbitkan sejumlah jurnal penelitian mengenai peningkatan reaksi kimia dalam tubuh dalam kaitannya dengan hubungan yang bersifat romantis.
Sampai hari ini obat tersebut masih dalam tahap riset dan pengembangan. Jadi pil anti-cinta ini tidak akan beredar di pasaran dalam waktu dekat. Tetapi selama bertahun-tahun ini sebenarnya sudah banyak obat yang mampu memberikan efek serupa beredar di pasaran. Obat-obatan anti-depresan seperti Prozac sebenarnya juga mampu menurunkan libido. Obat seperti ini jika dikonsumsi terus-menerus akan mengakibatkan hilangnya nafsu seksual dan ketidakmampuan mencapai orgasme. (src:merdeka.com)
"Intinya data-data yang dikumpulkan dari orang-orang yang cintanya ditolak menunjukkan bahwa kondisi tersebut berhubungan dengan aktifnya gejala kecanduan," kata Helen Fisher, seorang antropolog biologi di Rutgers University seperti dikutip Your Tango. Karena itulah patah hati selalu menjadi momen yang sulit dilalui dalam hidup manusia.
Lalu bagaimana cara mengatasinya? Tentu saja dengan memusnahkan perasaan cinta itu sendiri. Dengan tak adanya rasa cinta, maka seseorang tidak akan dapat merasakan emosi mendalam yang berefek seperti candu tadi. Dan jika cinta memang sebuah gejala kecanduan, maka dengan ilmu pengetahuan reaksi yang berlangsung di dalam otak tersebut dapat dikendalikan.
Berbekal pemikiran ini, Brian David Earp, seorang peneliti di Oxford University's Uehiro Centre for Practical Ethics mencoba mengembangkan obat tertentu yang dapat mematikan perasaan cinta, nafsu, ketertarikan, dan keterikatan emosional. Dengan begitu siapa pun yang meminum obat tersebut bisa menyingkirkan afeksi yang tidak diinginkan atau sekadar mengendalikan nafsu dan emosi secara kimiawi. Sebelumnya Earp dan rekannya menerbitkan sejumlah jurnal penelitian mengenai peningkatan reaksi kimia dalam tubuh dalam kaitannya dengan hubungan yang bersifat romantis.
Sampai hari ini obat tersebut masih dalam tahap riset dan pengembangan. Jadi pil anti-cinta ini tidak akan beredar di pasaran dalam waktu dekat. Tetapi selama bertahun-tahun ini sebenarnya sudah banyak obat yang mampu memberikan efek serupa beredar di pasaran. Obat-obatan anti-depresan seperti Prozac sebenarnya juga mampu menurunkan libido. Obat seperti ini jika dikonsumsi terus-menerus akan mengakibatkan hilangnya nafsu seksual dan ketidakmampuan mencapai orgasme. (src:merdeka.com)